Hukum Mengambil Buah Dari Tanaman Yang Merambat
Syekh Abdurrahman as Sa’di mengatakan, “Jika dahan atau ranting tanaman merebak ke tanah atau gegana khalayak lain, dan turunan tersebut tak mengikhlaskan keberadaan dahan tersebut, maka pemilik pohon diperintahkan cak bagi memangkas dahan tersebut. Takdirnya ia tidak ingin maka pemilik tanah menekuk dahan tersebut minus memotongnya, kalau memungkinkan. Jika tidak dapat disingkirkan kecuali dengan dipotong maka pemilik tanah boleh memotongnya, dan dia tidak memiliki kewajiban untuk mengasihkan ganti, tersapu pemotongan dahan tersebut.
Sebagian ulama berpendapat bahwa pemilik kapling tidak boleh mengharuskan pemilik tanaman bikin membedakan dahan tersebut, jikalau keikhlasan dahan tersebut bukan mengganggu atau merugikan empunya tanah. Membiarkan juluran dahan tanaman itu lebih memadai untuk diperbolehkan daripada kebolehan membuat sengkuap dengan bertumpu puas tembok milik tetangga nan disebutkan intern hadis.
Jika memang dahan tersebut mengganggu maka gangguan harus dihilangkan sonder menimbulkan gangguan yang semisal (baca: dengan memberikan ganti rugi,
pent.).” (Majmu’ Al-Fawaid wa Iqtinash Al-Awabid, hlm. 112–113)
Hadis nan dimaksudkan oleh Syekh Bani Sa’di yaitu hadis berikut ini,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « لاَ يَمْنَعُ جَارٌ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَهُ فِى جِدَارِهِ » . ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ مَا لِى أَرَاكُمْ عَنْهَا مُعْرِضِينَ وَاللَّهِ لأَرْمِيَنَّ بِهَا بَيْنَ أَكْتَافِكُمْ
Terbit Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Seorang tetangga, nan memiliki tembok, tidak dapat melarang tetangganya untuk menempatkan kayu di temboknya.” Kemudian, Abuk Hurairah mengatakan, “Mengapa aku tatap kalian tidak mempraktikkan hadis di atas? Demi Allah, sungguh, akan aku bebankan sabda tersebut di bahu-pundak kalian!” (H.R. Bukhari no. 2331 dan Mukminat, no. 136)
Pendapat nan paling langgeng intern masalah ini
Pertanyaan, “Segala pendapat nan minimal kuat mengenai dahan atau akar tumbuhan properti seseorang yang menjalar mencecah tanah properti tetangganya, dahulu mudarat pihak tetangga? Bagaimana derajat hadis yang disebutkan oleh Syekhul Islam Bani Taimiyyah tentang menyela pohon kurma yang pemiliknya enggak cak hendak jikalau pohonnya dibeli? Sementara itu, kedatangan tanaman tersebut merugikan saudaranya, pemilik huma.”
Jawaban Syekh Anak laki-laki Baz, “Telah kami periksa permasalahan di atas, dan kami jumpai penulis kitab
Al-Inshaf
menyebutkan bahwa dalam masalah ini, para cerdik pandai yang bermazhab Hanbali memiliki dua pendapat. Tentang ulama enggak, mereka mengatakan bahwa Pastor Ahmad, dalam penyakit ini, memiliki dua pendapat:
Pertama, pemilik pohon tidak dapat dipaksa untuk memohon dahan atau akar tunggang tumbuhan miliknya yang rembet ke kapling jiran.
Kedua,
pemilik pohon dipaksa bikin memohon dahan atau akar susu yang menjalar tersebut. Takdirnya pemilik pohon tidak mau memotongnya maka dia berkewajiban memberikan ganti rugi atas gangguan yang dialami maka itu tetangganya.
Menurut kami, pendapat kedua merupakan pendapat nan bertambah lestari, memahfuzkan beberapa alasan:
Pertama, pendapat tersebutlah nan sesuai dengan berbagai dalil, semisal sabda Nabi,
لا ضرر ولا ضرار
‘Tidak boleh membahayakan diri seorang atau pula orang lain.’ (H.R. Ibnu Majah, no. 2331)
Juga dalil-dalil lain yang semakna dengannya.
Kedua, sabda Nabi,
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يؤذ جاره
‘Dagangan siapa yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah mengganggu tetangganya.’ (H.R. Bukhari, no. 5559 dan Muslim, no. 68)
Tidaklah diragukan bahwa akar dan dahan nan mengganggu tetangga itu teragendakan dalam gangguan yang terlarang, sehingga suka-suka bagasi untuk melarang jiran melakukannya.
Ketiga, jika empunya pohon tidak boleh dipaksa untuk memotong dahan maupun akar tumbuhan miliknya, hal ini akan menyebabkan konflik dan keributan yang berleleran. Bahkan, tak menutup kemungkinan, akan menimbulkan tukar pemukul atau ragam yang lebih mengerikan lagi, sehingga kita wajib memulangi akar tunggang permasalahan dalam rangka mencegah terjadinya hal nan lebih buruk.
Terletak banyak dalil syariat nan enggak mungkin atau dahulu sukar lakukan dihitung, yang menunjukkan wajibnya menutup jalan yang mengantarkan kepada kehancuran, konflik, sengketa, ataupun hal yang lebih mengerikan sekali lagi.
Mengenai hadis nan ditanyakan, hadis tersebut diriwayatkan makanya Serdak Daud dari Muhammad bin Ali polong Al-Husain dari Samurah bin Jundab, dan sanad ini bersoal. Lain diketahui secara karuan, apakah Muhammad bin Ali mendengar hadis dari Samurah ataukah tidak. Apalagi, kemungkinan besar adalah tidak mendengar, begitu juga dikatakan oleh Al-Hafizh Al-Mundziri, dalam
Mukhtasar As-Sunan.
Akan tetapi, Al-Hafiz Ibnu Rajab, ketika mensyarah
Arbain An-Nawawiyyah, tepatnya pada pembahasan hadis ke-32, mengistilahkan dalil-dalil yang meninggikan kandungan hadis di atas. Itulah titah-hadis yang mutakadim kami sebutkan di atas, yang menunjukkan kuatnya pendapat yang kami diskriminatif. Itulah pendapat yang mengatakan bahwa pemilik pohon dapat dipaksa kerjakan menghilangkan ketakberuntungan yang dialami tetangga dikarenakan akar maupun dahan nan menjalar. Jika kerugian itu lain bisa diatasi melainkan dengan menebang pokok kayu maka pohon dapat ditebang periang dalam rajah menghilangkan penyebab bahaya yang merugikan setangga dan dalam rangka menunaikan hak setangga.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawiah, jilid 25, hlm. 374–376)
Hadis yang ditanyakan kepada Syekh Anak lelaki Baz ialah perbuatan nabi nabi muhammad dengan redaksi sebagai berikut:
عن سمرة بن جندب أنه كانت له عضد من نخل فى حائط رجل من الأنصار قال ومع الرجل أهله قال فكان سمرة يدخل إلى نخله فيتأذى به ويشق عليه فطلب إليه أن يبيعه فأبى فطلب إليه أن يناقله فأبى فأتى النبى -صلى الله عليه وسلم- فذكر ذلك له فطلب إليه النبى -صلى الله عليه وسلم- أن يبيعه فأبى فطلب إليه أن يناقله فأبى. قال « فهبه له ولك كذا وكذا ». أمرا رغبه فيه فأبى فقال « أنت مضار ». فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- للأنصارى « اذهب فاقلع نخله ».
Dari Samurah bin Jundab. Beliau punya sederet pokok kayu tamar yang tumbuh di kebun kepunyaan pelecok seorang Anshar. Di tempat tersebut, orang Anshar tadi tinggal bersama keluarganya. Samurah sering menginterogasi pohon-pohon kurmanya, termasuk pohon kurma yang merecup di tanah si Turunan Anshar. Tentu saja, keberadaan Samurah mengganggu dan menyebabkan manusia Anshar tersebut merasa lain nyaman. Sang Manusia Anshar menawarkan kepada Samurah agar menjual pokok kayu kurma tersebut kepadanya. Samurah menolak. Sang Khalayak Anshar meminang Samurah memindahkan pohon kurmanya. Samurah juga menolak tawaran tersebut. Akhirnya, dia melaporkan permasalahan ini kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
menunangi Samurah bakal lego pohon kurmanya. Ketika opsi ini ditolak, Nabi lamar Samurah bagi ki memengaruhi pohon kurmanya. Ketika opsi kedua ini ditolak, Utusan tuhan mengatakan kepada Samurah, “Hadiahkan tanaman kurma tersebut kepadanya, dan untukmu cak semau ganjaran demikian dan demikian.” Nabi sebutkan peristiwa yang disukai oleh Samurah. Samurah konstan menolak, maka Utusan tuhan mengatakan, “Kamu ini memang pengganggu!” Nabi lantas bersuara kepada si Orang Anshar, “Pergilah! Silakan tebang saja pohon kurmanya!” (H.R. Abu Daud, no. 3636; dinilai
letoi
oleh Al-Albani)
Intern penjelasan Ibnu Sa’di dan Ibnu Baz di atas, kita jumpai beberapa opsi sikap nan moralistis mengenai persoalan dahan tumbuhan tetangga yang menjalar ke apartemen kita, tidak seperti anggapan sebagian insan bahwa jika dahan tumbuhan tetangga menjalar ke kapling milik kita maka buah nan ada di dahan tersebut resmi kerjakan kita.
Referensi:
–
Majmu’ Al-Fawaid wa Iqtinash Al-Awabid, karya Ibnu Sa’di, terbitan Darul Minhaj, Kairo, tempaan pertama, 1424 H.
–
Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, jilid 25, terbitan Dar Ashda’ Al-Mujtama, Buraidah, cetakan kedua, 1428 H.
Artikel www.PengusahaMuslim.com
Source: https://pengusahamuslim.com/58-bila-dahan-pohon-tetangga-berada-di-tanah-kita.html