Man Huwa Artinya Bahasa Arab

Kerumahtanggaan al-Qur’an kita membaca “huwalladzi lailaha illahu.” (Dia-lah Allah Yang tiada tuhan selain Dia, Qs. Al-Hasyr [89]:23)

Sementara dari sudut pandang struktur bahasa Arab, “huwa” adalah kata ganti (dhamir), harus dicamkan bahwa selayaknya “huwa” adalah salah satu nama dari nama-nama Allah Swt. Namun
huwa
ini segala maknanya perumpamaan nama Halikuljabbar Swt?

Setiap rasam yang merupakan resan arketipe dan kita atributkan kepada Allah Swt akan menjadi nomina (ism). Misalnya ‘ilm
saat kita atributkan kepada zat maka
ilm
tadi akan menjadi
â’lim
yang adalah pembukaan benda. Artinya ‘ilm
yakni ajekftif (adat) dan
alim
adalah pengenalan benda (ism).
Qudrat
ialah ajektif dan
qâdir
adalah nomina. Rahmat yakni sifat dan
rahman
dan
rahim
yakni pengenalan benda.

Nah kini ketika kita berkata “huwa
adalah logo Tuhan” pertanyaannya adalah yang manakah yang menjadi sifat dan yang menjadi nomina?

Nan menjadi kebiasaan adalah lulus mutlak. Apa nan dimaksud dengan gaib mutlak? Merupakan sebuah hakikat nan menguasai kedalaman zat-Nya dan tiada satu pun entitas yang boleh mengendalikan kedalaman zat-Nya.

Namun terkait dengan
makrifatuLlah
dan
makrifatuLlah
ini juga memiliki derajat yang berbeda-beda. Hal ini yakni sebuah masalah. Adapun masalah makrifat terhadap kedalaman zat-Nya yakni sedemikian Tuhan dikenal sehingga lain terdapat lagi pengenalan selainnya, merupakan masalah yang lain nan terkhusus pada zat Allah Swt sendiri. Terlebih Rasulullah Saw yang cak disposisi-bene merupakan arif pertama di alam segenap tetap bercakap, “Ma a’rafnâka haqqa ma’rifatik.” (Kami tidak mengenal-Mu dengan sebenar-benarnya pengenalan).


[1]



Demikianlah makna “huwa” artinya sira plong sebuah tingkatan dan derajat keikhlasan bahwa meksi engkau bagiku adalah
anta, namun pada suatu strata sira adalah
huwa. Artinya tiada satu lagi manusia yang dapat menguasai zat Allah Swt; atas sumber akar itu Dia disebut laksana
ghaib al-ghuyub
(memasap segala memasap) yang menyinggung bahwa selain zat Allah Swt tiada satu pun entitas yang dapat mengakses dan menguasainya; “La ahsa tsana ‘alaik anta kama atsnaita ‘ala nafsik” (Tuhanku! Seberapa pula aku memuji-Mu aku tidak akan berharta sebagaimana selayaknya dan seharusnya aku memuji-Mu, Dia sama dengan diri-Mu memuji dan mencirikan diri-Mu sendiri.” Demikianlah makna
huwa
ibarat nomina.


[2]



Doang tatkala disebutkan “lailaha illaLlah
artinya tiada tuhan selain Yang mahakuasa (sebuah pati dan zat yang memiliki seluruh resan
jalâl
dan
jamâl). Minus kita harus menyinggung bahwa zat ini senantiasa lain akan dapat dikenal. [iQuest]







[1]




.

Muhammad Baqir Majlisi,
Bihâr al-Anwâr, jil. 66, hal. 292, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1409 H.








[2]




.

Murtadha Muthahhari,
Âsynâi bâ Qur’ân, jil. 6, hal. 186-187, Shadra, Teheran, Gemblengan Keempatbelas, 1378 S.

Source: http://www.islamquest.ir/id/archive/fa18601/tmpl/component/printme/1